.SILAHKAN MENGGUNAKAN " MESIN TRANSLATE "..GOOGLE TRANSLATE
DISAMPING KANAN INI.............
PLEASE USE ........ "TRANSLATE MACHINE" .. GOOGLE TRANSLATE BESIDE RIGHT THIS
.....................................
DISAMPING KANAN INI.............
PLEASE USE ........ "TRANSLATE MACHINE" .. GOOGLE TRANSLATE BESIDE RIGHT THIS
.....................................
Penelitian:
Hutan Primer Indonesia Paling Cepat Hilang di Dunia, Ada Apa?
Research:
Primary forests in Indonesia, the world's most rapidly Lost, what is it?
Penelitian:
Hutan Primer Indonesia Paling Cepat Hilang di Dunia, Ada Apa?
Pada periode 2000 – 2012, studi ini melaporkan bahwa Indonesia telah kehilangan 6,02 juta hektar hutan primernya, dengan rata-rata pertambahan kehilangan 47,6 ribu hektar pertahun. Bahkan pada tahun 2012 diperkirakan Indonesia telah kehilangan 0,84 juta hektar hutan primer atau setara dengan dua kali laju kehilangan yang terjadi di Brasil dalam jangka waktu yang sama (0,46 juta ha).
Dari total kehilangan sebesar 6,02 juta hektar hutan primer tropis dalam total waktu 12 tahun, separuhnya atau 3,04 juta hektar terjadi di hutan dataran rendah dimana 2,60 juta hektar atau 43 persennya terjadi di lahan basah termasuk gambut. Jika dirata-ratakan secara kasar, maka sekitar 217 ribu hektar hutan primer lahan basah hilang di Indonesia per tahunnya.
Berdasarkan hasil citra yang diinterpretasikan oleh para ahli, kehilangan hutan primer di kawasan lahan basah (termasuk gambut) meningkat karena terjadinya konversi dari kawasan hutan menjadi peruntukan lain, yaitu peruntukan perkebunan dan hutan tanaman industri.
Kehilangan lahan basah ini terjadi paling banyak di Sumatera jika dibandingkan dengan dua pulau berhutan lainnya yaitu Kalimantan dan Papua. Para peneliti menyebutkan bahwa hilangnya hutan dataran rendah di lahan basah kemungkinan besar disebabkan oleh dampak pembangunan perkebunan dan hutan tanaman industri secara besar-besaran, dan bukan oleh pembukaan parsial oleh para petani skala kecil.
Temuan ini mencerminkan hutan dataran rendah dan lahan basah di Sumatera lebih mudah diakses jika dibandingkan dua pulau yang lain. Pengerjaan konversi lahan gambut umumnya dilakukan melalui sistem kanal dan pengeringan lahan gambut.
Kehilangan hutan primer ini tentunya sangat signifikan jika dihubungkan dengan tujuan penurunan emisi, proteksi terhadap upaya konservasi keanekaragaman hayati dan dikaitkan dengan upaya jeda tebang balak (moratorium) hutan yang telah digagas oleh Presiden SBY sejak tahun 2011.
Penelitian Sebelumnya
Sebelumnya pada tahun 2013, penelitian tutupan kawasan hutan Indonesia yang diketuai oleh Matt Hansen dari Maryland University menyebutkan bahwa pada periode 2000 – 2012 Indonesia telah kehilangan 15,8 juta hektar kawasan hutannya. Penelitian Hansen ini kemudian dikritisi oleh Kemenhut yang menyebutkan terdapat beda metodologi perhitungan dimana penelitian Hansen tidak memasukkan kawasan hutan tanaman industri yang dihitung sebagai deforestasi sementara, sebelum tanaman monokultur ditanam di lokasi tersebut.
Berdasarkan data dari Kemenhut maka pada periode 2009 hingga 2011 dilaporkan kehilangan hutan Indonesia adalah sekitar 0,4 juta hektar pertahunnya.
Namun demikian, tetap para peneliti menyebutkan masalah utama bukan hanya menggantikan tutupan hutan primer alam dengan tutupan hutan tanaman industri monokultur ataupun perkebunan seperti sawit. Kehilangan hutan primer tetap merupakan sebuah kerugian luar biasa karena memiliki implikasi terhadap kehilangan keragaman hayati yang ada. Indonesia sendiri diakui sebagai salah satu negara mega hayati terbesar di dunia.
Selain itu hutan primer yang digantikan menjadi tanaman perkebunan dan hutan tanaman yang marak terjadi di Indonesia telah berakibat terhadap kemampuan penyerapan karbon yang ada. Para peneliti menegaskan bahwa hutan primer merupakan penyedia stok karbon di atas tanah terbesar di dunia, sedangkan lahan gambut merupakan tempat cadangan karbon terbesar di dalam tanah.
Berdasarkan Undang-Undang Kehutanan dan hukum yang berlaku di Indonesia, hutan primer boleh ditebang jika terletak di kawasan hutan produksi dan hutan konversi, tetapi sangat terlarang jika di lakukan di hutan lindung dan konservasi.
