DISAMPING KANAN INI.............
PLEASE USE ........ "TRANSLATE MACHINE" .. GOOGLE TRANSLATE BESIDE RIGHT THIS
..................
Pensiunan
TNI AL Piara Kasuari, Mau Disita, Satwa Raib dari Kandang
Pensiunan
TNI AL Piara Kasuari, Mau Disita, Satwa Raib dari Kandang
Patroli TSL selama dua hari. Ketika hendak penyitaan hari pertama, pemilik satwa tak tampak. Tim patroli meyakini si pemilik bersembunyi di dalam rumah.
Keyakinan ini muncul ketika seorang ibu ditemui petugas langsung ngacir masuk ke rumah. Ini bukan pertama kali terjadi. Sejak Oktober 2013, BKSDA Sulut dan PPST tiga kali berupaya menyelamatkan kasuari tanpa bisa menemui pemilik.
Alhasil, tim patroli mesti menunggu pemilik sampai enam jam, dan tak membuahkan hasil. Pemilik tak muncul. Tak mendapat respon positif, koordinasi dengan Polres Minut dilakukan.
Rondonuwu, Ketua Tim Patroli TSL, mengatakan, mereka berusaha bertugas sesuai prosedur. Penyitaan harus dilawali tindakan persuasif pada pemilik. Sebab, dalam penyitaan terdapat proses pengisian berita acara.
“Namun, pemilik kasuari tidak kooperatif. Besok kami akan langsung datang dan penyitaan,” katanya kepada Mongabay, Selasa (15/4/14).
Sialnya, keesokan hari kasuari tidak lagi di kandang. Diduga, satwa dipindahkan malam hari, sambil mempersiapkan segala keperluan seperti tenaga dan lokasi baru.
Simon Purser, Advisor Program Satwa PPST, menyaksikan bulu kasuari berserakan di teras hingga tepat di depan pintu masuk rumah. Pemindahan kasuari ini tak mungkin oleh satu orang. Ukuran dan tenaga terbilang besar membuat penangkapan satwa ini minimal tiga orang.
Secara teknis, Simon melihat ada beberapa kemungkinan pemindahan kasuari, seperti menempatkan dalam kandang atau hanya mengikat kaki lalu dimasukkan ke mobil. Diduga, pemilik kasuari mempunyai rumah di tempat lain. Namun, belum ada informasi pasti menyangkut hal itu.
Bagi Willie Smith, pendiri Yayasan Masarang, fenomena ini menimbulkan keyakinan sangat kuat bahwa pemilik mengetahui satwa ini dilindungi. Hingga, sangat mungkin ini upaya melecehkan UU negara.
Sebagai pensiunan angkatan laut, pemilik diduga berupaya menggunakan jabatan dan koneksi bertindak di luar hukum. Willie menyatakan, kepemilikan satwa dilindungi di Indonesia sangat dekat dengan orang-orang penting yang menempati jabatan tertentu, seperti anggota angkatan bersenjata, polisi, pejabat tinggi, pengusaha kaya dan artis.
Dia menyakini, salah satu cara menekan penurunan satwa dilindungi dengan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Masyarakat luas akan memahami eksistensi satwa penting, khusus berstatus terancam, bila pemerintah tegas menerapkan peraturan.
“Kita harus perjuangkan kasus ini hingga tuntas. Kalau orang punya koneksi, seperti dia bisa dijerat, pemerintah berhasil menegakkan hukum di negara ini,” katanya.
Di Sulut, kata Willie, penegakan hukum terkait perlindungan satwa terbilang belum maksimal. Sejumlah kasus, menunjukkan pengawasan di lapangan lemah, misal, brimob Gorontalo membawa satwa liar dari pelabuhan Bitung, lolos.
“Ini contoh sangat buruk. Faktanya, Indonesia negara ketiga terkaya keragaman hayati di dunia, sekaligus menjadi negara nomor satu tingkat keterancaman satwa.”
Persiapan patrol TSL itu bukan tanpa celah. Willie menyesalkan, petugas di lapangan kurang sigap menilai situasi. Dalam waktu enam jam, seharusnya sejumlah inisiatif dilakukan untuk menyelamatkan kasuari. Tim patroli dinilai bergerak lambat dan kurang memahami prosedur di lapangan. Willie mencontohkan, inisiatif melapor ke polisi hadir dari PPST dan Masarang.
Namun, berbagai pihak harus terus memberi dukungan pada BKSDA Sulut. Sebab, lembaga yang secara spesifik memiliki tugas mengontrol perlindungan satwa ini, terbilang minim personil.
Ketika di kandang, kondisi kasuari begitu memprihatinkan. Bulu di dekat leher tercabut akibat kerap bergesekan dengan sela-sela besi. Kotoran tidak pernah dibersihkan membuat aroma berpotensi menularkan penyakit kepada pejalan kaki.
Kasuari termasuk burung tidak bisa terbang. Ia punya kebiasaan mendengkur dengan suara cukup keras. Buah-buahan menjadi makanan utama. Burung ini satwa endemik Papua, termasuk Papua Nugini.
Tak ada data pasti mengenai populasi satwa ini. Hanya, beberapa kalangan meyakini terus populasi kasuari gelambir tunggal terus turun. IUCN redlist mencatat kasuari gelambir tunggal dalam status vulnerable (rentan), sejak 1994. Di Indonesia, satwa ini dilindungi PP no 7/1999.