Top Menu

T-REC semarang-komunitas-reptil-semarang-Laporan-Kebijakan-Bank-Dunia-Justru- Galakkan-Penggunaan-Batubara-di-Indonesia



Laporan: Kebijakan Bank Dunia Justru Galakkan Penggunaan Batubara di Indonesia


T-REC semarang-komunitas-reptil-semarang-Laporan-Kebijakan-Bank-Dunia-Justru- Galakkan-Penggunaan-Batubara-di-Indonesia


Laporan: Kebijakan Bank Dunia Justru Galakkan Penggunaan Batubara di Indonesia




Oleh Aji Wihardandi,  October 7, 2013 5:09 am

Bank Dunia dituding tidak mendukung penggunaan energi terbarukan, dan justru terus menyokong penggunaan bahan bakar berbasis fosil yang memiliki dampak negatif yang masif terhadap lingkungan dan hutan tropis Indonesia.
Hal ini terungkap dalam sebuah laporan yang dirilis oleh Oil Change International akhir September 2013 silam. Dalam laporan setebal 8 halaman berjudul ‘Bank Dunia Mempercepat Pengembangan Batubara di Indonesia’ memperlihatkan aktivitas penggalangan dana dan pembuatan kebijakan yang justru mendorong pengembangan proyek-proyek raksasa di Indonesia yang memaksimalkan penggunaan batubara.
Salah satunya adalah proyek raksasa PLTU Batang yang didanai lewat skema Indonesia Infrastuctrure Guarantee Fund (Dana Jaminan Infrastruktur Indonesia) atau IIGF yang mengucurkan bantuan finansial sebesar 33,9 juta dollar AS untuk Proyek PLTU Batang di Jawa Tengah bagian utara. Dalam proyek ini, seperti disebutkan dalam laporan oleh Oil Change International ini, peran Bank Dunia mengatur pendanaan proyek dan mempromosikannya kepada para investor serta mendukung ekspansi proyek untuk menjadi salah satu proyek PLTU terbesar di Asia Tenggara.
Hal ini ironis dengan publikasi Bank Dunia sebelumnya, lewat Publikasi Arahan Sektor Energi, dimana Bank Dunia berjanji untuk membatasi pinjaman untuk batubara hanya untuk keadaan-keadaan khusus atau hanya kepada negara-negara tanpa energi alternatif selain batubara.
Energi fosil berbasis batubara dinilai justru mempercepat perubahan iklim dan bukan sebuah cara yang terbaik untuk mengatasi kemiskinan energi yang diderita Indonesia, dimana hanya sekitar 73% penduduk yang sudah mendapat aliran listrik sampai saat ini.
Bagaimana Mekanisme Skema Pendanaan Bank Dunia ini Bekerja?
Seperti dirilis dalam laporan ini, paparan berikut ini memberikan penjelasan bagaimana skema pendanaan oleh Bank Dunia ini bekerja mendanai proyek-proyek besar di Indonesia, termasuk PLTU Batang di Jawa Tengah:
Sejak 2006, Pemerintah Indonesia telah mengejar program percepatan infrastruktur energi, dengan nama Fast Track I, dengan menargetkan lebih dari 16 GW tenaga listrik bertenaga batubara. Pada tahun 2010, pemerintah mengumumkan fase kedua program ini yaitu, Fast Track II, untuk mengembangkan tambahan energi yang dibangkitkan sebesar 10 GW. Selain proyek-proyek PLTU batu-bara, Fast Track II juga termasuk insentif dan proyek-proyek prioritas yang ditujukan pada energi panasbumi. Master plan Pemerintah Indonesia untuk infrastruktur juga termasuk proyek untuk jaringan kereta api batubara dan pelabuhan yang bertujuan untuk meningkatkan ekspor batubara Indonesia. Indonesia sudah merupakan eksporter batubara terbesar di dunia melampaui Australia pada 2011. Meningkatnya ekspor batubara Indonesia mendorong ekspansi PLTU batubara di seluruh Asia, terutama di India dan Vietnam, yang sangat bergantung pada batubara Indonesia.
Untuk mendukung pembangunan infrastruktur Pemerintah Indonesia, termasuk program percepatan energi Fast Track, sejak 2007 Bank Dunia telah memberikan empat Pinjaman Kebijakan Pembangunan Infrastruktur (Infrastructure Development Policy Loans, IDPL) yang bernilai AS$850 juta. Inti dari IDPL Bank Dunia adalah konseptualisasi dan dimulainya dua fasilitas pemerintah yang bertujuan untuk memberikan pendanaan jangka panjang untuk proyek-proyek infrastruktur: Dana Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Indonesia Infrastructure Guarantee Fund,IIGF) dan Fasilitas Pendanaan Infrastruktur Indonesia (Indonesia Infrastructure Financing Facility, IIFF).
IIGF diberi mandat oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memberikan jaminan bagi proyek-proyek infrastruktur di bawah skema Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS,public-private partnership). Dalam kasus pembangkit listrik, IIGF mendukung proyek-proyek Fast Track Pemerintah Indonesia. Penjaminan IIGF memberikan asuransi dengan biaya lebih rendah dan dengan tenor lebih panjang dibandingkan asuransi komersial. Dengan menutup hampir semua risiko yang terkait dengan proyek-proyek infrastruktur dengan biaya lebih rendah, penjaminan IIGF dapat menjadikan proyek-proyek infrastruktur yang tadinya tidak laik secara finansial menjadi proyek-proyek menarik bagi investor swasta dan proyek yang bernilai kredit baik bagi bank.
Walau modal IIGF sendiri terbatas, penjamin bersama (co-guarantor) dan fasilitas tersedia (standby facility) sebesar kira-kira 480 juta dolar Amerika Serikat memperluas jangkauan modal tersebut. Selanjutnya, Bank Dunia juga menyediakan pinjaman 30 juta dolar Amerika Serikat kepada IIGF dan “pijakan untuk pelibatan lanjutan dalam pengembangan dan penaksiran/appraisal operasi infrastruktur PPP.”
Karena proyek-proyek energi Pemerintah Indonesia dalam Fast Track I sebagian besar merupakan PLTU batubara, tanpa perubahan signifikan dalam daftar proyek Fast Track, sejatinya pendampingan infrastruktur Kelompok Bank Dunia akan mempercepat pembangunan industri batubara. Sejauh ini, proyek-proyek Fast Track I yang didaftarkan sebagai “dalam pengembangan” termasuk 40 PLTU batubara dengan total 16,4 gigawatt. Secara total, PLTU batubara merupakan 94% dari kapasitas energi yang dihasilkan oleh Fast Track I. Selanjutnya, proyek pertama yang menerima penjaminan IIGF pada Oktober 2011 adalah Proyek raksana PLTU bertenaga batubara di Batang, Jawa Tengah. IIGF juga telah memberikan penjaminan untuk Jalur Keretaapi Batubara Puruk Cahu-Bangkuang, sebuah proyek bernilai 3 milyar dolar Amerika Serikat, untuk jalur rel keretaapi sepanjang 385 km yang menghubungkan tambang batubara di sebelah utara Kalimantan ke pelabuhan Batanjung di bagian selatan Kalimantan.
Kelompok Bank Dunia juga berperan sebagai penasihat transaksi, dengan memberikan memberikan hibah kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk membayar jasa konsultasi yang diberikan oleh International Finance Corporation (IFC).
Dalam kesimpulan laporan ini, Oil Change International merekomendasikan agar menghentikan inisiatif mereka yang merusak iklim dan membatasi pembiayaan energi batubara, salah satunya dengan menarik dukungan terhadap Proyek PLTU Batang di Jawa Tengah serta proyek kereta api batubara Puruk Cahu-Bangkuang, serta memprioritaskan pembangunan dengan memaksimalkan penggunaan energi alternatif, terutama geotermal atau panas bumi.




 

Share this:

 
Designed By OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates