Top Menu

Penelitian-Konservasi-Penyu-Membutuhkan-Lebih-Dari-Sekedar-Kawasan-Konservasi-T-REC semarang-komunitas-reptil-semarang



Penelitian-Konservasi-Penyu-Membutuhkan-Lebih-Dari-Sekedar-Kawasan-Konservasi-T-REC semarang-komunitas-reptil-semarang




Penelitian: Konservasi Penyu Membutuhkan Lebih Dari Sekedar Kawasan Konservasi


Oleh Aji Wihardandi,  January 13, 2014 12:17 am


Populasi penyu hijau (Chelonia mydas) yang meningkat di Kawasan Konservasi Kelautan perairan Indonesia bagian timur sedikit banyak memberikan bukti bahwa penyu-penyu ini sudah mengadopsi kebiasaan makan yang baru yang negatif, serta menyebabkan degradasi ekosistem dan ternyata mengancam konservasi mereka sendiri. Meski para ahli dan pakar konservasi meyakini bahwa Marine Protected Areas atau Kawasan Perlindungan Laut adalah kunci untuk meningkatkan kembali populasi spesies-spesies dilindungi dan ekosistem di lautan, namun sebuah studi yang dilakukan oleh University of Queensland dan Radboud University di Nijmegen, Belanda justru memberikan argumentasi yang sebaliknya, bahwa metode konservasi yang dilakukan selama ini akan memberikan dampak sebaliknya.
Salah satu pakar dari Radboud University di Nijmegen, Dr Marjolijn Christiansen dan rekan-rekannya, termasuk Profesor Peter Mumby dari University of  Queensland, menunjukkan bahwa pengembangbiakan dalam jumlah besar penyu hijau yang terkonsentrasi di sejumlah kecil Kawasan Konservasi Laut akan menyebabkan degradasi dan berkurangnya secara signifikan habitat padang lamun atau seagrass di laut.
Studi ini menemukan bahwa jika jumlah penyu meningkat sekitar 20 individu per hektar akan mengubah kebiasaan makan mereka dari semula hanya memakan ujung-ujung seagrass atau lamun menjadi memakan akar serta meningkatkan erosi dan menekan pertumbuhan kembali vegetasi lamun di lautan.
Dr. Christiansen menjelaskan bahwa penelitian ini menggunakan sejumlah metode kombinasi, monitoring dan simulasi komputer untuk menentukan bahwa kepadatan perkembangbiakan penyu akan menyebabkan kematian mendadak terhadap habitat mereka.
“Kami menemukan bahwa penyu mengadopsi strategi perkembangbiakan baru dan mulai melakukan penggalian akar setelah mereka sudah memindahkan seratus persen tanaman yang tumbuh di atas dasar lautan,” jelas Dr. Christiansen. “Hal ini yang utama disebabkan karena sejumlah penyu dari kawasan konservasi telah mencapai kepadatan yang tidak terduga.”
Penjelasan senada disampaikan oleh Profesor Mumby dari University of Queensland, yang menyatakan bahwa sejumlah upaya perlindungan telah berhasil di berbagai wilayah di dunia, namun penyu hijau masih sangat terancam. “Perlindungan terhadap pantai-pantai yang menjadi tempat berkembang biak, pelarangan perburuan penyu dan sejumlah pengukuran konservasi telah membuat populasi penyu hijau meningkat, termasuk di Kawasan Konservasi Laut,” jelas Profesor Mumby. “Namun pada saat bersamaan, tempat makan mereka yaitu di padang lamun telah berkurang sangat banyak di berbagai belahan dunia dengan sangat cepat sebagai akibat dari manajemen polusi pesisir yang lemah. Hasilnya padang lamun yang menjadi habitat favorit penyu menjadi berkurang.”
Dia juga mengatakan bahwa menjadi peringatan bagi kita semua jika penyu sudah mencari makan dengan cara menggali dan masalah utama konservasi bukan pada Kawasan Konservasi Laut namun kurangnya habitat padang lamun di wilayah yang tidak dilindungi.
“Kita harus melakukan hal yang lebih untuk melindungi kawasan pesisir dan kualitas habitat, dan hal ini artinya kita harus mengontrol limbah kimia dari pembangunan dan pertaninan serta mencegah masuknya lumpur ke dalam wilayah sungai,” lanjut Profesor Mumby seperti dilansir dari media rilis resmi University of Quuensland.



 

Penyu hijau di perairan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Foto: Hendar


Share this:

 
Designed By OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates