T-REC semarang-komunitas-reptil-semarang-Djohan-Riduan-Hasan-Menghijaukan-Bekas- Lahan-Tambang
Djohan Riduan Hasan
Menghijaukan Bekas Lahan Tambang
TEMPO.CO, Pangkalpinang - Seperti halnya Phuket di
Thailand dan Ipoh di Malaysia, Pangkalpinang di Pulau Bangka adalah daerah
penghasil timah. Bedanya, kolam-kolam raksasa masih banyak berkubang di setiap
sudut wilayah Pangkalpinang, sedangkan di Phuket dan Ipoh telah bertahun-tahun
berganti menjadi kota wisata."Devisa dari pariwisata Phuket itu tiga kali
lipat dari hasil eksplorasi timah yang merusak lingkungan," kata Djohan
Riduan Hasan, pengusaha timah yang berubah menjadi penggiat konservasi
lingkungan, saat ditemui Koran Tempo, Rabu 8 Juni 2011.
Belajar dari
sukses Phuket dan Ipoh, sarjana teknik mesin lulusan Universitas Tarumanagara,
Jakarta, itu sejak 2003 merintis upaya membebaskan hampir 300 hektare lahan
rawa di dekat kawasan industri Ketapang, Pangkalpinang, untuk pembibitan
tanaman, ikan, dan sapi. Sejumlah ahli dari Universitas Indonesia, Institut
Pertanian Bogor, dan pusat pengembangan sapi di Lembang serta peternakan ikan
di Subang dilibatkan.
Ia
optimistis Bangka bisa lebih hebat dari Phuket ataupun Ipoh. Sebab, selain
memiliki pantai-pantai yang elok, tanah kelahirannya itu memiliki aneka kuliner
dan akses transportasi memadai.
Tak cuma dicemooh, beberapa pihak menganggap Djohan sinting dan buang-buang duit karena lahan perkebunan serta peternakan di tanah berpasir dan air payau. Kadar keasaman air di wilayah itu sangat tinggi, pH 2-3,5. Pada tahun pertama, ejekan mereka seolah benar. Ribuan ekor ikan yang akan dikembangbiakkan di dalam kolong--kolam bekas galian tambang--lebih dari separuhnya mati dan mengambang.
Tapi, di got, tak jauh dari kandang sapi, justru tumbuh lumut, cacing, dan jentik-jentik ikan. "Rupanya semua itu berkat kotoran dan urine sapi yang menetralkan tingkat keasaman air," ujar ayah Valen Joveni Hasan, 8 tahun, dan Vanessa Joveni Hasan, 2 tahun, itu.
Sejak tiga tahun terakhir, ketekunan dan kerja kerasnya menunjukkan tanda-tanda berhasil. Melalui Bangka Botanical Garden (BBG) yang berdiri di lahan seluas 70 hektare, berkembang biak lima jenis sapi, yakni perah, Bali, Angus, Simental, dan Limusin. Juga terhampar ribuan batang pohon buah naga, kurma, aneka tanaman hias dan tanaman keras, serta penangkaran ikan.
Tak cuma aparat birokrasi setempat yang kini hilir-mudik datang menjenguk, juga tetamu dari berbagai daerah dan luar negeri. Pada 8 Juni 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan penghargaan Kalpataru untuk kategori perintis lingkungan. "Saya ingin tempat ini menjadi pusat riset, pendidikan, sport, dan pariwisata," kata Djohan.
Dengan kesuksesan BBG, ia bercita-cita menularkannya ke setiap perusahaan, lembaga pemerintah ataupun swasta, hingga rumah-rumah warga bahwa lahan-lahan kosong di sekeliling sebetulnya bisa dihijaukan dengan murah. "Tak benar teori yang menyebutkan tanah bekas tambang baru bisa ditanami setelah 20-40 tahun. Saya buktikan, tiga tahun pun bisa," ujarnya.
Tak cuma dicemooh, beberapa pihak menganggap Djohan sinting dan buang-buang duit karena lahan perkebunan serta peternakan di tanah berpasir dan air payau. Kadar keasaman air di wilayah itu sangat tinggi, pH 2-3,5. Pada tahun pertama, ejekan mereka seolah benar. Ribuan ekor ikan yang akan dikembangbiakkan di dalam kolong--kolam bekas galian tambang--lebih dari separuhnya mati dan mengambang.
Tapi, di got, tak jauh dari kandang sapi, justru tumbuh lumut, cacing, dan jentik-jentik ikan. "Rupanya semua itu berkat kotoran dan urine sapi yang menetralkan tingkat keasaman air," ujar ayah Valen Joveni Hasan, 8 tahun, dan Vanessa Joveni Hasan, 2 tahun, itu.
Sejak tiga tahun terakhir, ketekunan dan kerja kerasnya menunjukkan tanda-tanda berhasil. Melalui Bangka Botanical Garden (BBG) yang berdiri di lahan seluas 70 hektare, berkembang biak lima jenis sapi, yakni perah, Bali, Angus, Simental, dan Limusin. Juga terhampar ribuan batang pohon buah naga, kurma, aneka tanaman hias dan tanaman keras, serta penangkaran ikan.
Tak cuma aparat birokrasi setempat yang kini hilir-mudik datang menjenguk, juga tetamu dari berbagai daerah dan luar negeri. Pada 8 Juni 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan penghargaan Kalpataru untuk kategori perintis lingkungan. "Saya ingin tempat ini menjadi pusat riset, pendidikan, sport, dan pariwisata," kata Djohan.
Dengan kesuksesan BBG, ia bercita-cita menularkannya ke setiap perusahaan, lembaga pemerintah ataupun swasta, hingga rumah-rumah warga bahwa lahan-lahan kosong di sekeliling sebetulnya bisa dihijaukan dengan murah. "Tak benar teori yang menyebutkan tanah bekas tambang baru bisa ditanami setelah 20-40 tahun. Saya buktikan, tiga tahun pun bisa," ujarnya.
SUDRAJAT
Sumber